LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK

Pendahuluan
Definisi dan Pengertian
Lupus Eritematosus Sistemik atau systemic lupus erythematosus (SLE) adalah penyakit radang multi sistem yang sebabnya belum diketahui, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan fulminan atau kronik remisi dan eksaserbasi, disertai oleh terdapatnya berbagai macam auto antibodi dalam tubuh. Sle ditandai oleh munculnya sekumpulan reaksiimun abnormal yang menghasilkan beragam manifestasi klinis.
Epidemiologi
Dalam 30 tahun terakhir, SLE telah menjadi salah satu penyakit reumatik utama di dunia. Prevalensi SLE di berbagai negara sangat bervariasi. Prevalensi pada berbagai populasi yang berbeda-beda bervariasi antara 2.9/100.000 – 400/100.000. SLE kebih sering ditemukan pada ras tertentu seperti bangsa Negro, Cina dan mungkin juga Filipina. Terdapat juga tendensi famial. Faktor ekonomi dan geografi tidak mempengaruhi distribusi penyakit. Penyakit ini dapat ditemukan pada semua usia, tetapi paling banyak pada 15-40 tahun (masa reproduksi). Frekuensi pada wanita dibandingkan dengan frekuensi pada pria berkisar antara (5,5-9) : 1. Pada lupus eritematosus yang disebabkan obat (drug-induced LE), rasio ini lebih rendah, yaitu 3 : 2.
Etiologi dan Patogenesis
Etiologi dan pathogenesis SLE masih belum diketahui dengan jelas. Meskipun demikian, terdapat banyak bukti bahwa pathogenesis SLE bersifat multifactor, dan ini mencakup pengaruh faktor genetic, lingkungan dan hormonal terhadap respons imun.
Faktor genetic memegang peran penting dalam kerentanan serta ekspresi penyakit. Sekitar 10%-20% pasien SLE mempunyai kerabat dekat (first-degree relative) yang juga menderita SLE. Angka terdapatnya SLE pada saudara kembar identik pasien SLE (24-69%) lebih tinggi daripada saudara kembar non-identik (2-9%). Penelitian-penelitian terakhir menunjukkan bahwa banyak gen yang berperan, terutama gen yang mengkode unsur-unsur system imun.
System neuroendokin ikut berperan melalui pengaruhnya terhadap system imun. Penelitian telah menunjukkan bahwa sistem neuroendokrin dengan sistem imun saling mempengaruhi secara timbal balik. Beberapa penelitian berhasil menunjukkan bahwa hormone prolaktin dapat merangsang respon imun.
Patogenesis SLE dihipotesiskan sebagai berikut :
Adanya satu atau beberapa faktor pemicu yang mempunyai prediposisi genetic akan menghasilkan tenaga pendorong abnormal terhadap sel T CD4+, mengakibatkan hilangnya toleransi sel T terhadap self-antigen. Sebagai akibatnya muncullah sel T autoreaktif yang akan menyebabkan induksi serta ekspansi sel B, baik yang memproduksi auto antibody maupun yang berupa sel memori. Ujud pemicu ini masih belum jelas. Sebagian dari yang diduga termasuk didalamnya ialah hormon seks, sinar ultraviolet dan berbagai macam infeksi.
Pada SLE, antibodi yang berbentuk ditunjukkan terhadap antigen yang terutama terletak pada nukleoplasma. Antigen sasaran ini meliputi DNA, protein histon dan non-histon. Kebanyakan di antaranya dalam keadaan alamiah terdapat dalam bentuk agregat protein dan atau kompleks protein-RNA yang disebut partikel ribonukleoprotein (RNA). Cirri khas autoantigen ini ialah bahwa mereka tidak tissue-spesific dan merupakan komponen integral semua jenis sel.
Antibodi ini secara bersama-sama disebut ANA (anti-nuclear antibody). Dengan antigennya yang spesifik, ANA membentuk komplek imun yang beredar dalam sirkulasi. Kompleks imun ini akan mengendap pada berbagai macam organ dengan akibat terjadinya fiksasi komplemen pada organ tersebut. Peristiwa ini menyebabkan aktivasi komplemen yang menghasilkan subtansi penyebab timbulnya reaksi radang. Reaksi radang inilah yang menyebabkan timbulnya keluhan/gejala pada oragan atau tempat yang bersangkutan seperti ginjal, sendi, pleura, pleksus koroideus, kulit dan sebagainya.
Bagian yang penting dalam patogenesis ini ialah terganggunya mekanisme regulasi yang dalam keadaan normal mencegah automunitas patologis pada individu yang resisten.


Onset penyakit dapat spontan atau didahului oleh faktor presipitasi seperti kontak dengan sinar matahari, infeksi virus/bakteri, obat misalnya golongan sulfa, penghentian kehamilan dan trauma fisis/psikis. Setiap serangan biasanya disertai gejala umum yang jelas seperti demam, malaise, kelemahan, nafsu makan berkurang, berat badan menurun dan iritabilitas. Yang paling menonjol ialah demam, kadang-kadang disertai menggigil.
Gejala Muskuloskeletal
Gejala yang paling sering pada SLE ialah gejala musculoskeletal, berupa arthritis atau artralgia (93%) dan acapkali mendahului gejala-gejala lainnya. Yang paling sering terkena adalah sendi interfalangeal proksimal diikuti oleh lutut, pergelangan tangan, metakarpofalangeal, siku dan pergelangan kaki, sering terkena adalah kaput femoris.


Gejala Mukokutan
Kelainan kulit rambut atau selaput lendir ditemukan pada 85% kasus SLE. Lesi kulit yang paling sering ditemukan pada SLE ialah lesi kulit akut, subakut, discoid dan livido retikularis.
Ruam kulit yang dianggap khas dan banyak menolong dalam mengarahkan diagnosis SLE ialah ruam kulit berbentuk kupu-kupu (butterfly-rash) berupa eritema yang agak edematous pada hidung dan kedua pipi. Dengan pengobatan yang tepat, kelainan ini dapat sembuh tanpa bekas. Pada bagian tubuh yang terkena sinar matahari dapat timbul ruam kult yang terjadi karena hipersensitivitas (photohypersensitivity). Lesi ini termasuk lesi kulit akut.
Lesi kulit subakut yang khas berbentuk anular.
Lesi discoid berkembang melalui tiga tahap yaitu eritema, hiperkeratosisdan atrofi. Biasanya tampak sebagai bercak eritematosa yang meninggi, tertutup oleh sisik keratin disertai adanya penyumbatan folikel. Kalau sudah berlangsung lama akan berbentuk sikatriks.
Kelainan kulit yang jarang ditemukan ialah billa (dapat menjadi hemoragik), ekimosis, petekie dan purpura.
Alopesia dapat pulih kembali jika penyakit mengalami remisi.
Ginjal
Kelainan ginjal ditemukan pada 68% kasus SLE. Manifestasi paling sering ialah proteinuria dan atau hematuria.
Ada 2 macam kelainan patologis pada ginjal, yaitu nefritis lufus difus dan netritis lupus membranosa. Nefritis lufus difus meruapakan kelainan yang paling berat. Klinis biasanya tampak sebagai sindrom nefrotik, hipertensi serta gangguan fungsi ginjal sedang samapi berat. Nefritis lupus membranosa lebih jarang ditemukan. Ditandai dengan sindrom nefrotik, gangguan fungsi ginjal ringan serta perjalanan penyakit yang mungkin berlangsung cepat atau lambat tapi progresif.
Kardiovaskular
Kelaianan jantung dapat berupa perikarditis ringan sampai berat (efusi perikard), iskemia miokard dan endokarditis verukosa (Libman Sacks).
Paru
Efusi pleura unilateral ringan lebih sering terjadi daripada yang bilateral. Mungkin ditemukan sel LE dalam cairan pleura. Biasanya efusi menghilang dengan pemberian terapi yang adekuat.


Saluran pencernaan
Nyeri abdomen terdapat pada 25% kasus SLE, mungkin disertai mual (muntah jarang) dan diare. Gejala menghilang dengan cepat jika gangguan sitemiknya mendapat pengobatan adekuat. Nyeri yang timbul mungkin disebabkan oleh peritonitis steril atau arteritis pembuluh darah kecil mesenterium dan usus yang mengakibatkan ulserasi usus. Arteritis dapat juga menimbulkan pancreatitis.
Hati dan Limpa
Hepatosplenomegali mungkin ditemukan pada anak-anak, tetapi jarang disertai ikterus. Umumnya dalam beberapa bulan akan menghilang/kembali normal.
Kelenjar Getah Bening
Pembesaran kelenjar getah bening sering ditemukan (50%). Biasanya berupa limfadenopati difus dan lebih sering pada anak-anak. Limfadenopati difus ini kadang-kadang disangka sebagai limfoma.
Kelenjar Parotis
Kelenjar parotis membesar pada 6% kasus SLE
Susunan Saraf Tepi
Neuropati perifer yang terjadi berupa gangguan sensorik dan mororik. Biasanya bersifat sementara.
Susunan Saraf Pusat
Gangguan susunan saraf pusat terdiri atas 2 kelainan utama yaitu psikosis organic dan kejang-kejang.
Penyakit otak organik biasanya ditemukan bersamaan dengan gejala aktif SLE pada sistem-sistem lainnya. Pasien menunjukkan gejala delusi/halusinasi di samping gejala khas kelainan organic otak seperti disorientasi, sukar menghitung dan tidak sanggup mengingat kembali gambar-gambar yang pernah dilihat.
Psikosis steroid juga termasuk sindrom otak organic yang secara klinis tak dapat dibedakan dengan psikosis lupus.
Kejang-kejang yang timbul biasanya termasuk tipe grandmal. Kelainan lain yang mungkin ditemukan ialah Korea, kejang tipe Jackson, Paraplegia karena mielitis transversal, hemiolegia, afasia dan sebagainya.
Mata
Kelainan mata dapat berupa konjungtivitis, edema periorbital, perdarahan subkonjungtival, uveitis dan adanya badan sitoid di retina.

Sindrom Lupus Atipik
* Lupus tanpa ANA
Beberapa pasien SLE tetap tidak menunjukkan adanya ANA selama perjalanan penyakitnya. Ginjal dan SSP lebih jarang terkena dan jangka hidupnya lebih panjang.
* Sindrom Antifosfolipid
Sebagian pasien SLE dengan antibodi terhadap salah satu jenis fosfolipid, yaitu kardiolipin menunjukkan thrombosis pembuluh darah (vena maupun arteri) yang berulang, abortus berulang dan trombositopenia. Di lain pihak, pasien antibodi terhadap kardiolipin sering menunjukkan gejala lupus yang tidak khas, tes terhadap ANA negatif dan tidak memenuhi kriteria ARA untuk diagnosis SLE. Di samping itu mereka menunjukkan insidensi berbagai macam kelainan SSP yang tinggi terutama stroke. Berdasarkan fakta inilah lahir istilah sindrom antifosfolipid.
* Lupus Eritematosus Karena Obat ( Druginduced LE )
Beberapa jenis obat dapat menimbulkan gejala-gejala yang menyurpai SLE, misalnya hidantoin, hidralazin, dan prokainamid. Keadaan ini dulu disebut juga sindrom hidralazin, alfametil dopa, PTU serta metimazol dan kinidin.
Biasanya kelainan ginjal dan susunan saraf pusat jarang ditemukan. Anti-dsDNA, hipokomplemenemia serta imun kompleks juga tidak sering ditemukan.
Penyakit yang Dapat Ditemukan Bersama-sama SLE
1. Arthritis rheumatoid dan penyakit jaringan ikat lainnya.
2. Miastenia gravis.
3. Trombotik trombositopenik purpura.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium mencakup pemeriksaan:
1. Hematologi
Ditemukan anemia, leucopenia, trombositopenia.
2. Kelainan imunologis
Ditemukan sel LE, antibodi antinuklir, komplemen serum menurun, anti DNA, ENA (exatrctable nuclear antigen), faktor rheumatoid, krioglobulin, dan uji leus yang positif semu.

Histopatologi
* Umum :
Lesi yang dianggap karakteristik untuk SLE ialah badan hematoksilin, lesi onion-skin pada pembuluh darah limpa dan endokarditis verukosa Libman-Sacks.
* Ginjal :
2 bentuk utama ialah glomerulus pro;iferatif difus dan nefritis lupus membranosa.
* Kulit :
Pemeriksaan imunofluoresensi direk menunjukkan deposit IgG granural pada dermo-epidermal junction, baik pada lesi kulit yang aktif (90%) maupun pada kulit yang terkena (70%) (Lupus band test). Yang paling karakteristik untuk SLE ialah jika ditemukan pada kulit yang tidak terkena dan tidak terpajan (non-exposed areas).
Diagnosis Banding
- Artritis rheumatoid dan penyakit jaringan ikat lainnya.
- Endokarditis bacterial subakut
- Septikimia disebabkan gonokokus/meningokokus yang disertai arthritis dan lesi kulit.
- Reaksi terhadap obat
- Limfoma
- Leukemia
- Trombotik trombositopenik purpura
- Sarkoidosis
- Lues II
- Sepsis bacterial
Penatalaksanaan/Rehabilitasi
Sampai sekarang SLE belum disembuhkan dengan sempurna. Meskipun demikian, pengobatan yang tepat dapat menekan gejala klinis dan komplikasi yang terjadi, mengatasi fase akut dan dengan demikian memperpanjang remisi dan survival Rate.
Program pengobatan yang tepat sangat individual karena gambaran klinis dan perjalanan penyakit sangat bervariasi.
Pendidikan Terhadap Pasien
Pasien diberi penjelasan mengenai penyakit yang dideritanya (perjalanan penyakit, komplikasi, prognosis dan sebagainya), sehingga dapat bersikap positif terhadap penanggulangan penyakit ini.

Beberapa Prinsip Dasar Tindakan Pencegahan pada SLE
1. Monitoring yang teratur.
2. Penghematan energi
Pada kebanyakan pasien kelelahan merupakan keluahan yang menonjol. Diperlukan waktu istirahat yang terjadwal setiap hari dan perlu ditekankan pentingnya tidur yang cukup.
3. Fotoproteksi
Kontak dengan sinar matahari atau sinar ultraviolet harus dikurangi atau dihindarkan. Dapat juga dipakai lotion tertentu (sunscreener lotion) untuk mengurangi kontak dengan sinar matahari.
4. Mengatasi infeksi
Pasien SLE rentan terhadap infeksi. Jika ada demam yang tak jelas sebabnya, pasien harus segera memeriksakan diri. Di Amerika dianjurkan vaksinasi dengan vaksinasi influenza dan pneumokokus. Diperlukan terapi pencegahan dengan antibiotik pada operasi gigi, traktus urinarius atau prosedur bedah invasive lain.
5. Merencanakan kehamilan
Kehamilan harus dihindakan jika penyakit aktif atau jika pasien sedang mendapat pengobatan dengan obat imunosupresif.
Obat-obatan
Bentuk pengobatan SLE ditentuan antara lain oleh aktivitas penyakit. Aktivitas penyakit sebenarnya merupakan gabungan antara gambaran klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium yang mencerminkan adanya inflamasi aktif, sekunder terhadap SLE.
NSAID dan Salisilat
1. NSAID terutama dipakai dengan gejala ringan.
2. Kortikosteroid untuk mengurangi dosis kortikosteroid.
3. Preparat salisilat atau preparat lain seperti indometasin ( 3 x 25 mg/hari ).
4. Aseta,inofen ( 6 x 650 mg/hari )
5. Ibuprofen ( 4 x 300-400 mg/hari )
6. Istirahat yang cukup
7. Terapi simtomatis lain misalnya diperlukan pada :
- Eritema
Terapi local dengan krem atau salep kortikosteroid
- Ulserasi mulut dan nasofaring diberi terapi local
- Fenomen Raynoud
Pencegahan timbulnya fenomen ini diusahakan dengan protective clothing.
8. Obat anti makirik
9. Imunosupresif
Terapi eksperimental
* Total Lympoid Irradiation
Efek utamanya timbul melalui penurunan jumlah T4. Akibatnya produksi antibody yang T-cell dependent berkurang. Pada SLE secara bermakna menurunkan kadar antibodi anti nuklir dan anti DNA.
* Plasma Exchange atau Plasmapheresis
Tindakan ini mengurangi kosentrasi antibodi intravascular kompleks imun dan mediator inflamasi lain dalam sirkulasi.
A. Pengertian
Lupus Eritematosus Sistemik atau systemic lupus erythematosus (SLE) adalah penyakit radang multi sistem yang sebabnya belum diketahui, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan fulminan atau kronik remisi dan eksaserbasi, disertai oleh terdapatnya berbagai macam auto antibodi dalam tubuh. Sle ditandai oleh munculnya sekumpulan reaksiimun abnormal yang menghasilkan beragam manifestasi klinis.
B. Manifestasi Klinis
1. Sistem Muskuloskeletal
Atralgia, artritis (sinovitis), pembekakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak, rasa kaku pada pagi hari.
2. Sistem Integumen
Lesi aku pada kulit yang terdiri atas ruam yang berbentuk kupu-kupu yang melintang pangkal hidung serta pipi.
Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum
3. Sistem Kardiak
Perikarditis merupakan manifestasi kardiak
4. Sistem Pernafasan
Pleuritis atau efusi pleura.
5. Sistem Vaskuler
Inflamasi pada arteriole termanalis yang menimbulkan lesi papuler, erimatous dan purpura di ujung jari kai, tangan, siku serta permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis.
6. Sistem Perkemihan
Glomerulus renal yang biasanya terkena
7. Sistem Saraf
Spektrum gangguan system saraf pusay sangat luas dan mencakup seluruh bentuk penyakit neurologik, sering terjadi depresi dan psikosis.

A. Pengkajian
1. Anamnesis riwayat kesehatan sekarang dan pemeriksaan fisik difokuskan pada gejala sekarang dan gejala yang pernah dialami seperti keluhan mudah lelah, lemah nyeri, kaku, demam/panas, anoreksia dan efek gejala tersebut terhadap gaya hidup serta citra diri pasien.
2. Kulit
Ruam eritematous, plak eritematous pada kulit kepa, muka atau leher.
3. Kardiovaskuler
Friction rub pericardium yang menyertai miokarditis dan efusi pleura.
Lesi eritematous papuler dan purpura yang menjadi nekrosis menunjukkan gangguan vaskuler terjadi di ujung jari tangan, siku, jari kai dan permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tanga.
4. Sistem Muskulosletal
Pembekalan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak, rasa kaku pada pagi hari.
5. Sistem integument
Lesi akut pada kulit yang teridir atas ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang pangkal hidung serta pipi.
Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum
6. Sistem pernafasan
Pleuritis atau efusi pleura
7. Sistem vaskuler
Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan resi papuler , erimatous dan purpura di jari kaki, tangan da siku serta permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis.
8. Sistem Renal
Edema dan hematuria

9. Sistem saraf
Sering terjadi depresi dan psikosis, juga serangan kejang-kejang, korea ataupun manifestasi SSP lainnya.
B. Masalah keperawatan
1. Nyeri
2. Keletihan
3. Gangguan integritas kulit
4. Kerusakan mobilitas fisik
5. Gangguan citra tubuh
C. Intervensi
1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan kerusakan jaringan.

Tujuan : perbaikan dalam tingkatan kenyamanan.
Intervensi :
a. Langkasanakan sejumlah tindakan yang memberikan kenyamanan (kompres panas/dingin; masase, perubahan posisi, istirahat; kasur busa, bantal penyangga, bidai; teknik relaksasi, aktivitas yang menglaihkan perhatian)
b. Berikan preparat antiflamasi, analgesic seperti yang dianjurkan.
c. Sesuaikan jadwal pengobatan untuk memenuhi kebutuhan pasien terhadap penatalaksanaan nyeri.
d. Dorong pasien untuk mengutarakan perasaannya tentang rasa nyeri serta sifat kronik penyakitnya.
e. Jelaskan patofisiologik nyeri dan membantu pasien untuk menyadari bahwa rasa nyeri saling membawanya kepada metode terapi yang belum terbukti manfaatnya.
f. Bantu dalam mengenali nyeri kehidupan seseorang yang membawa pasien untuk memakai metode terapi yang belum terbukti manfaatnya.
g. Lakukan penilaian terhadap perubahan subjektif pada rasa nyeri.
2. Keletihan berhubungan dengan peningkatan aktivitas penyakit, rasa nyeri, depresi.

Tujuan : mengikutsertakan tindakan sebagai bagian dari aktivitas hidup sehari-hari yang diperlukan untuk mengubah.
Intervensi :
a. Beri penjelasan tentang keletihan :
• Hubungan antara aktivitas penyakit dan keletihan
• Menjelaskan tindakan untuk membeikan kenyamanan sementara melaksanakannya
• Mengembangkan dan mempertahankan tidakan rutin untuk tidur ( mandi air hangat dan teknik relaksasi yang memudahkan tidur.
• Menjelaskan pentingnya istirahat untuk mengurangi stress sistematik, arikuler dan emosional
• Menjelaskan cara menggunakan tekhnik-tekhnik untuk menghemat tenaga
• Kenali factor-faktor fisik dan emosional yang menyebabkan kelelahan.
b. Fasilitasi pengembangan jadwal aktivitas/istirahat yang tepat.
c. Dorong kepatuhan pasien terhadap program terapinya
d. Rujuk dan dorong program kondisioning
e. Dorong nutrisi adekuat termasuk sumber zat dari makanan dan sumplemen.

3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan rentang gerak, kelemahan otot, rasa nyeri pada saat bergerak, keterbatasan daya tahan fisik.

Tujuan : mendapatkan dan mempertahankan mobilitas fungsional yang optimal.
Intervensi :

a. Dorong verbalisasi yang berkenaan dengan keterbatasan dalam mobilitas.

b. Kaji kebutuhan akan konsultasi terapi okupasi/fisioterapi :

  • Menekankan kisaran gerak pada sendi yang sakit
  • Meningkatkan pemakaian alat bantu
  • Menjelaskan pemakaian alas kaki yang aman
  • Menggunakan postur/pengaturan posisi tubuh yang tepat

c. Bantu pasien mengenali rintangan dalam lingkungannya.

d. Dorong kemandirian dalam mobilitas dan membantu jika diperlukan :
  • Memberikan waktu yang cukup untuk melakukan aktivitas
  • • Memberikan kesempatan istirahat sesudah melakukan aktivitas
  • • Mengkuatkan kembali prinsip penlindungan sendi
  1. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan fisik serta psikologis yang diakibatkan penyakit kronik.

Tujuan : mencapai rekonsiliasi antara konsep diri dan perubahan fisik serta psikologik yang ditimbulkan penyakit.

Intervensi :
  1. Bantu pasien untuk mengenali unsur-unsur pengendalian gejala penyakit dan penangannya
  2. Dorong verbalisasi perasaan, persepsi dan rasa takut
  3. Membantu menilai situasi sekarangan dan mengenali masalahnya
  4. Membantu mengenali mekanisme koping pada masa lalu
  5. Membantu mengenali mekanisme koping yang efektif
  6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi bakterier kulit, penumpukan komplek imun.
Tujuan : pemeliharaan integritas kulit.

Intervensi :
  1. Lindungi kulit yang sehat terhadap kemungkinan maserasi
  2. Hilangakan kelembaban dari kulit
  3. Jaga dengan cermat terhadap resiko sedera termal akibat penggunaan kompres hangat yang terlalu panas
  4. Nasehati pasien untuk menggunakan kosmetik dan preperat tabir surya
  5. Kolaborasi pemberian NSAID dan kortikosteroid


Teacing for Home Care
1. Psikososial
  • Membangun sikap mental yang positif
  • Mengelakkan jangan putus ibat terutama stroid
  • Kontrol ke dokter secara regular
  • Mengikuti perawatan lanjutan di klinik-klinik yang mengobati SLE.
2. Aktifitas
  • Berolahraga
  • Mengelakan banyak terdadah pada pancara mata. Hari dengan memakai baju berlengan panjang, berpayung, bertopi dan pakai sunscreen
3. Nutrisi
  • Mengkonsumsi nutrisi yang cukup ( diet yang sehat dan nutrisi yang baik ).


Daftar Pustaka
  1. Albar Z. Lupus Eritematosus Sistemik. Final Paper bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM. 1978
  2. Bimanesh S. Pola Lupus Eritematosus Sistemik. Di bagian ilmu penyakit dalam FKUI/RSCM. Karya Tulis Akhir Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM. 1991.
  3. Darake CG, Kotzin BL. Genetic and immunological mechanism in the pathogenesis of systemic lupus erythematosus. Curr Opin Immonul, 1992;4:733-40.
  4. Doria A. Di Leornado L, Vario S, Caligaro A, Vaccaro E, Gambari PF. Cyclosporin A in a pregnant patient affected with lupus erythematosus. Rheumatol Int, 1992; 12: 77-8.
  5. Aenett FC, Reville JD. Genetics of systemic lupus eryhematosus. Rheum Fis Clin North Amer 1991.;4:865.
  6. Davis KA, Peters AM, Beynon HLC, Walport MJ. Immune complex processing in patients with systemic lupus erythematosus. J Clin Invest 1992;90;2075-83.
  7. Jara LJ, Lavalle C, Espinoza LR (Editorial). Does Prolactin have a role in the pathogenesis of systemic lupus erythematosus ? J Rheumatol 1992;9;1333.
  8. Liang MH, Socher SA, Larson MG, Schur PH. The SLE activity measure (SLAM): evidence for reliability, validity and sensitivity. Proceedings of the Second Internasional on systemic lupus erythematosus. Profesional postgraduate services, int. Singapore, 26th-30th November 1989, p 64-7.
  9. Salazar-Paramo M, Rubin RL, Garcia De La Torre. Systemic lupus erythematosus incuid by izoniazid. Ann Rheum Dis 1992; 51 : 1085-7.
  10. Schumacher HR (Ed). Primer Rheum Dis. 9th ed. Arthritis foundation, Atlanta GA. 1986.
  11. Ten Em : Consideration of auto antibodies as immune implints and reports of the original antigenic stimulus. Proccedings of the second International conference in systemic lupus erythematosus. Professional postgraduate services, int. Singapore, 26th-30th November 1989,p3-6.

 
You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response.
0 Responses
Leave a Reply